Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Berita

Mabesbara Babel Kawal Kasus Dana Desa Air Buluh, Minta Penegakan Hukum Tanpa Tebang Pilih

51
×

Mabesbara Babel Kawal Kasus Dana Desa Air Buluh, Minta Penegakan Hukum Tanpa Tebang Pilih

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Bangka –, Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Masyarakat Bersatu Bela Bangsa dan Negara (Mabesbara) Bangka Belitung menegaskan bahwa dugaan penggelapan dana desa oleh mantan Bendahara Desa Air Buluh, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka, harus segera diproses hukum. Ketua DPW Mabesbara Babel, Edi Muslim, menilai bahwa perbuatan tersebut telah merugikan negara dan masyarakat, sehingga aparat penegak hukum harus segera mengambil tindakan.

 

Example 300x600

“Kami mendesak pihak berwenang untuk segera memproses kasus ini sesuai dengan hukum yang berlaku. Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Pengembalian uang bukan alasan untuk lepas dari pertanggungjawaban hukum,” tegas Edi Muslim.

 

Kasus Dugaan Penggelapan Dana Desa

 

Kasus ini bermula dari dugaan penggelapan dana desa yang dilakukan oleh mantan bendahara desa Evi Setianingsih, yang terjadi selama periode 2022 hingga 2024 dengan total kerugian mencapai Rp407 juta. Dana tersebut berasal dari sisa lebih pagu anggaran (Silpa) yang seharusnya tetap berada dalam kas desa, namun justru digunakan untuk kepentingan pribadi.

 

Pada Februari 2025, setelah kasus ini terungkap, Evi mengembalikan seluruh dana tersebut ke rekening desa melalui bank. Namun, DPW Mabesbara menegaskan bahwa pengembalian uang tidak menghapus unsur pidana, karena perbuatan melawan hukum sudah terjadi.

 

Dugaan Pelanggaran Hukum Menurut DPW Mabesbara Babel

 

Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Mabesbara Babel, yang diketuai oleh Edi Muslim, menilai bahwa kasus dugaan penggelapan dana desa oleh mantan bendahara Desa Air Buluh mengandung sejumlah unsur pelanggaran hukum yang harus segera diproses secara pidana. Berdasarkan analisis hukum, Mabesbara Babel menduga ada beberapa pelanggaran yang terjadi, di antaranya:

 

1. Dugaan Tindak Pidana Korupsi

 

A. Pasal 2 Ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

“Setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara, dipidana dengan penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun.”

 

Analisis:

– Bendahara desa diduga memperkaya diri sendiri dengan cara mengambil uang kas desa yang seharusnya tetap tersimpan.

– Keuangan negara dirugikan karena dana desa berasal dari APBN/APBD.

– Pengembalian uang tidak menghilangkan unsur pidana, karena korupsi sudah terjadi saat dana tersebut digunakan secara tidak sah.

 

B. Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999

“Setiap orang yang menyalahgunakan wewenang atau jabatan yang merugikan keuangan negara, dipidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun.”

 

Analisis:

– Sebagai bendahara desa, ia memiliki tanggung jawab untuk mengelola keuangan desa sesuai peraturan.

– Namun, ia menyalahgunakan kewenangan tersebut dengan menggunakan dana desa untuk kepentingan pribadi.

– Perbuatannya mengakibatkan kerugian keuangan desa, yang otomatis merugikan negara.

 

2. Dugaan Penggelapan dalam Jabatan

 

Pasal 8 UU No. 20 Tahun 2001 (Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999)

“Setiap orang yang melakukan penggelapan dalam jabatan yang merugikan keuangan negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun.”

 

Analisis:

– Sebagai pejabat desa, bendahara memiliki tanggung jawab menyimpan uang negara.

– Namun, ia mengambil uang tersebut tanpa hak dan tanpa izin.

– Perbuatannya mengarah pada penggelapan dalam jabatan, yang masuk dalam kategori kejahatan ekonomi.

 

3. Dugaan Pelanggaran Administratif dan Tata Kelola Keuangan Desa

 

A. Pasal 50 dan 51 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa

“Perangkat desa wajib mengelola keuangan desa secara transparan dan akuntabel.”

 

Analisis:

– Penggunaan dana desa secara diam-diam dan tanpa laporan yang jelas bertentangan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.

– Tidak ada laporan resmi yang menunjukkan penggunaan dana selama 2022-2024, yang menjadi indikasi penyalahgunaan wewenang.

 

B. Pasal 18 Ayat (1) Permendagri No. 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa

“Setiap penggunaan dana desa harus dibukukan dan dipertanggungjawabkan.”

 

Analisis:

– Tidak ada bukti laporan atau dokumen resmi yang menunjukkan bahwa dana desa digunakan sesuai peruntukannya.

– Penggunaan dana desa secara pribadi berarti telah melanggar mekanisme akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.

 

4. Dugaan Pelanggaran Peraturan Bank Indonesia (BI) dan Tindak Pidana Perbankan

 

Pasal 49 Ayat (2) Huruf b UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

“Penggunaan dana yang bukan haknya melalui rekening pemerintah dapat dikenai sanksi pidana.”

 

Analisis:

– Dana desa harus disimpan di rekening resmi pemerintah desa.

– Jika bendahara menggunakan atau mengalihkan dana ini tanpa izin yang sah, maka ini masuk dalam penyalahgunaan sistem keuangan desa.

– Pengembalian uang ke rekening desa setelah kasus ini terungkap tidak menghapus perbuatan pidana yang telah terjadi sebelumnya.

 

Pendapat Pakar Hukum

 

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jember, Prof. Arief Amrullah, menegaskan bahwa pengembalian uang hasil korupsi tidak menghapus tuntutan pidana. Ia merujuk pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan pidana terhadap pelaku tindak pidana tersebut.

 

“Harusnya itu crime doesn’t pay (berbuat kriminal lebih merugikan). Jangan sampai dia untung melakukan kejahatan itu. Nah kalau itu (pengampunan) memang artinya mengembalikan kerugian negara, sebagai peringanan, jangan lalu si koruptornya itu diampuni, selesai,” kata Prof. Arief.

Antara News – “Pakar: Pengembalian Uang Korupsi Tidak Boleh Hapus Tuntutan Pidana”

https://m.antaranews.com/berita/4554994/pakar-pengembalian-uang-korupsi-tidak-boleh-hapus-tuntutan-pidana/

 

Senada dengan itu, pengamat hukum Fickar Hadjar menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus perbuatan pidananya. Ia menekankan bahwa proses pidana tetap harus dilakukan meskipun kerugian telah dikembalikan.

 

“Jika kerugiannya dikembalikan hanya akan berpengaruh pada pengurangan hukuman pidananya saja, tetapi tidak menghapuskan perbuatan pidananya dan meskipun dikembalikan proses pidana tetap harus dilakukan,” ujar Fickar.

Kompas.com – “Pengamat Sebut Pengembalian Uang Korupsi Tak Hapus Perbuatan Pidana”

https://nasional.kompas.com/read/2022/01/28/16373271/pengamat-sebut-pengembalian-uang-korupsi-tak-hapus-perbuatan-pidana/

 

Mabesbara Babel: Hukum Harus Ditegakkan

 

Ketua DPW Mabesbara Babel, Edi Muslim, menegaskan bahwa tidak boleh ada impunitas dalam kasus ini. Ia meminta agar kejaksaan dan kepolisian segera melakukan penyelidikan lebih lanjut, serta menindak tegas jika terbukti ada unsur pidana.

 

“Kami tidak ingin kasus ini hanya berhenti di pengembalian uang. Jika dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk bagi pengelolaan dana desa di Indonesia. Setiap penyalahgunaan keuangan negara harus mendapat sanksi tegas,” ujarnya.

 

Mabesbara Babel menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga ada keputusan hukum yang jelas. Mereka juga mengajak masyarakat untuk aktif mengawasi penggunaan dana desa agar tidak terjadi kasus serupa di masa depan.

 

(Tim)

 

Sumber Berita

 

Berita ini berdasarkan laporan dari:

 

https://kabaronenews.com/3-tahun-bendahara-diduga-tilap-uang-desa-air-buluh-rp-407-juta-perkara-hukum-harus-ditegakkan/

 

https://kabarxxi.com/esk-bendahara-desa-air-buluh-korupsi-apbdes-senilai-rp407-juta-untuk-kepentingan-pribadi-hukum-harus-ditegakkan/

 

https://seribu-pena.com/evi-akui-uang-desa-407-juta-digunakan-untuk-pribadi-saya-hilap-kasus-ini-belum-di-ketahui-camat-dan-pemkab-bangka-akui-nya/

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *