
Kayu Arang, Bangka – Praktik penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) subsidi kembali mencuat di wilayah Kepulauan Bangka Belitung. Berdasarkan pantauan langsung Tim Journal di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Kayu Arang, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, aktivitas pengeritan BBM jenis Pertalite dengan menggunakan sepeda motor terpantau berlangsung terang-terangan. Sabtu siang (25/01/2025).
Tak jauh dari SPBU, tepatnya di seberang jalan, terlihat sebuah lokasi yang dijadikan tempat pembongkaran BBM hasil pengeritan. Para pengerit tampak memindahkan Pertalite dari tangki motor ke jerigen untuk kemudian dijual kepada konsumen tertentu, seperti nelayan dan penambang timah.

Menurut keterangan salah satu pengerit, seorang ibu-ibu yang tengah menuangkan Pertalite ke dalam jerigen, BBM subsidi yang berhasil dikumpulkan dijual dengan keuntungan Rp35 ribu per jerigen berkapasitas 25 liter.
“Dari pada kami tidak ada kerjaan, mendingan ngerit seperti inilah demi mendapatkan uang untuk biaya anak sekolah. Lumayanlah satu jerigennya seperti ini dapat keuntungan Rp35 ribu,” ujarnya santai.
Namun, di sisi lain, tindakan ini jelas melanggar aturan pemerintah terkait penggunaan BBM bersubsidi yang hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang berhak, seperti kendaraan pribadi, transportasi umum, dan nelayan kecil yang telah terdaftar. Aktivitas pengeritan ini tidak hanya merugikan konsumen lain, tetapi juga mencoreng program subsidi pemerintah yang bertujuan membantu masyarakat kurang mampu.
Dugaan Pembiaran oleh SPBU
Ironisnya, aktivitas pengeritan yang terpantau berjalan lancar ini seolah mendapat restu dari pihak SPBU. Berdasarkan pengamatan, operator nozel di SPBU Kayu Arang diduga mengetahui adanya aktivitas ilegal ini namun tidak melakukan tindakan apa pun. Bahkan, kuat dugaan adanya unsur kesengajaan demi mempercepat penyaluran BBM subsidi agar kuota cepat habis.
Padahal, SPBU dilengkapi dengan CCTV di berbagai sudut yang memungkinkan pihak pengelola memantau aktivitas pengisian BBM dengan mudah. Namun tidak ada tanda-tanda penghentian aktivitas pengeritan tersebut.
Penjelasan Aktivis Mengenai Sanksi Penyalahgunaan BBM Subsidi
Menanggapi persoalan ini, Hans, seorang aktivis di Bangka Belitung, memberikan penegasan mengenai beratnya sanksi yang dapat dikenakan kepada pelaku penyalahgunaan BBM subsidi, termasuk SPBU yang terlibat.
“Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pasal 55, mengatur larangan penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) yang disubsidi pemerintah. Ancaman hukumannya berupa pidana penjara maksimal 6 tahun dan denda maksimal Rp60 miliar,” jelas Hans kepada Tim Journal.
Lebih lanjut, Hans memaparkan bahwa Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 juga menekankan pentingnya penyaluran dan penggunaan BBM bersubsidi secara tepat sasaran. Jika melanggar, pelaku pengeritan atau penimbunan dapat dikenakan sanksi administratif atau pidana sesuai dengan Undang-Undang Migas.
Selain itu, Hans juga menyoroti bahwa pelaku yang menyebabkan kerugian bagi konsumen dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. “Jika aktivitas pengeritan atau penimbunan BBM subsidi menyebabkan kerugian konsumen lain, pelaku dapat dijerat UU Perlindungan Konsumen,” tambahnya.
Sanksi Bagi SPBU yang Terlibat
Hans turut menegaskan bahwa pihak SPBU yang terbukti menjual BBM subsidi kepada pelaku pengeritan juga dapat dikenakan sanksi berat.
“SPBU yang terlibat bisa dikenakan sanksi seperti pencabutan izin operasional, pemutusan hubungan kerja sama dengan Pertamina, hingga denda administratif. Contohnya, kasus di Jawa Barat, di mana SPBU diberhentikan operasionalnya karena menjual BBM subsidi kepada pengerit/pengecer tanpa izin,” ujarnya.
Sebagai tambahan, Hans menyebutkan contoh lain kasus penimbunan BBM subsidi di wilayah Sumatra yang berujung pada denda Rp1 miliar kepada pelaku.
Panggilan untuk Penindakan Tegas
Aktivitas pengeritan BBM subsidi di SPBU Kayu Arang menjadi potret buram penyaluran subsidi pemerintah. Hans dan sejumlah pihak mendesak pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan Pertamina untuk segera melakukan tindakan tegas terhadap pelaku pengeritan dan SPBU yang terlibat.
“Kejadian ini harus segera dihentikan. Tidak hanya merugikan negara, tetapi juga masyarakat yang benar-benar membutuhkan subsidi BBM. Jangan sampai ada pembiaran, apalagi jika ada kongkalikong yang melibatkan operator SPBU,” tegas Hans.
Dengan adanya pengawasan yang lebih ketat dan penerapan sanksi yang tegas, diharapkan program subsidi BBM dapat kembali berjalan sesuai tujuan, yakni membantu masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
(TIM JOURNAL)